Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penyebab dan kedudukan hukum kepemilikan tanah secara absentee (guntai) di Kabupaten Majene berdasarkan ketentuan hukum agraria nasional. Tanah absentee merupakan tanah pertanian yang dimiliki oleh seseorang yang tidak berdomisili di wilayah tempat tanah tersebut berada, yang dalam hukum agraria Indonesia dilarang sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 jo. PP Nomor 41 Tahun 1964. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris dengan pendekatan deskriptif-analitis, menggabungkan studi lapangan melalui wawancara dengan aparat desa dan masyarakat, serta kajian normatif terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik kepemilikan tanah absentee di Kabupaten Majene terjadi melalui pewarisan, jual beli informal dan hibah dengan pengelolaan tanah umumnya diserahkan kepada petani penggarap. Masyarakat dan aparat desa tidak mempersoalkan praktik tersebut selama tanah tetap produktif. Namun secara yuridis, praktik ini bertentangan dengan asas fungsi sosial hak atas tanah dan menghambat upaya reforma agraria. Dampak negatif yang ditimbulkan meliputi terbatasnya akses tanah bagi petani lokal, potensi konflik agraria, serta ketimpangan dalam distribusi tanah. Penelitian ini merekomendasikan perlunya penguatan pengawasan oleh instansi pertanahan, edukasi hukum bagi masyarakat, serta optimalisasi peran pemerintah daerah dalam menegakkan ketentuan larangan tanah absentee demi tercapainya keadilan agraria.