Penelitian ini menganalisis tindakan preventif Indonesia dalam menanggulangi impor sampah plastik Uni Eropa. Pembahasan di fokuskan pada pencegahan impor sampah plastik. Persetujuan izin impor di dukung dengan mengajukan izin rekomendasi impor limbah dari Menteri Perindustrian pada tahun 2018, dan disaat yang sama masuknya sampah dari luar negeri diakibatkan kebijakan China di 2018 sebagai importir sampah terbesar memutuskan untuk menghentikan impor 24 jenis sampah. Tiongkok kini menjadi produsen utama pengolahan limbah yang dapat didaur ulang di seluruh dunia.
Negara ini mengambil 45% sampah dunia untuk didaur ulang. Yang terakhir, produsen sampah di negara-negara maju mencari sampah pengganti, dan negara-negara berkembang termasuk Indonesia menjadi tujuan sampah impor.Tipe penelitian ini deskriptif sebuah penelitian yang menunjukkan gambaran gambaran mengenai fenomena secara akurat yang sedang berlangsung saat ini maupun saat lampau, penelitian ini menyampaikan pemecahan masalah dengan menggunakan data kemudian dikumpulkan dan dianalisis. Teknik pengumpulan data berasal dari tinjauan pustaka yang mengamati berbagai buku, jurnal, makalah, dan publikasi ilmiah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, di daerah-daerah yang masih melakukan impor sampah, selain ketidakmampuan pemerintah daerah dalam mengorganisir masyarakat dalam memilah sampah dengan baik, keberadaan sampah impor juga memberikan beban tambahan bagi negara. Pasalnya,Indonesia saat ini sedang menghadapi persoalan sampah impor dan belum selesai mengelola sampah lokal. Faktanya, sebagian sampah yang masuk terkontaminasi B3 (berbahaya dan beracun). Indonesia tidak perlu mengimpor sampah,sehingga pemerintah pusat akan terus mendorong dilakukannya pemilahan sampah. Salah satunya adalah membuat rencana pasokan bahan baku ke sektor daur ulang dalam negeri.